Minggu, Desember 14, 2008

Riwayat Hidup Pemilik Blog

Pemilik Blog (PB) ini adalah orang biasa-biasa saja, tidak seperti kebanyakan para tokoh yang pernah mengukir segudang prestasi, menorehkan tinta emas di setiap zamannya, menjadi inspirator bagi orang-orang sesudahnya, ataupun kelebihan-kelebihan yang lain. PB bukanlah orang yang terkenal seperti kebanyakan para cendekiawan, kyai, da'i, atau bahkan artis sekalipun, PB bukan lah orang seperti itu. Dan juga, PB bukanlah dari keturunan orang-orang terhormat seperti kebanyakan para habaib, pangeran, dan sebagainya. Karena sekali lagi, PB hanyalah orang kampung biasa yang tidak memiliki banyak kelebihan, kecuali hanya kekurangan. Kekurangan itulah satu-satunya kelebihan PB.

Kira-kira 21 tahun yang lalu PB lahir ke dunia yang penuh cobaan ini dari sepasang suami istri seorang petani bernama H. Abdul haji dan Islamah binti KH. Isma'il (Alm) di sebuah desa bernama banjarwinangun. Tepatnya di kecamatan petanahan kabupaten kebumen propinsi jawa tengah. Dia dibesarkan di lingkungan pedesaan yang kurang terjamah oleh media-media informasi seperti TV, radio, koran, majalah, atau bahkan internet. Itulah sebabnya mengapa PB merasa sangat kekurangan akan ilmu pengetahuan, bagaimana tidak, orang medianya saja tidak ada!. Namun meskipun demikian, kedua orangtua PB tidak mau membiarkan anak-anaknya bodoh, termasuk PB. Karena walau bagaimanapun, tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan anaknya bodoh.

Hal itulah yang mendorong orangtua PB untuk menyekolahkan dan memondokan PB, karena mereka merasa kurang mampu untuk mengajar dan mendidik PB, mengingat kemampuan mereka yang tidak seberapa. Mereka hanya mampu mengajarkan sedikit saja tentang ilmu, adapun selebihnya mereka pasrahkan kepada guru-guru PB, baik di sekolahan maupun di pesantren. Adalah kebiasaan orang kampung menyerahkan anak-anak mereka kepada bapak kyai atau ustadz untuk supaya diajarkanya ilmu-ilmu agama, seperti baca quran dan membaca buku-buku berbahasa arab. Oleh karena itu, banyak diantara mereka yang memondokkan anak-anaknya ke pesantren, termasuk orangtua PB sendiri.

Bukan suatu kebetulan tentunya, keluarga PB adalah keluarga yang suka mencari ilmu, mulai dari kakek-kakeknya sampai cucu-cucunya nanti insyaallah. Kakek-kakeknya PB dulu-dulunya adalah santri, bapaknya juga santri, ibunya juga santri, dan alhamdulillah saudara-saudaranya juga santri semua. Jadi kesimpulannya keluarga PB bisa dibilang "keluarga santri". Sebuah keluarga yang senantiasa diterangi oleh cahaya ilmu, dekat dengan para ulama, dan semoga nantinya juga akan berkumpul bersama orang-orang sholeh. Amien! Untuk lebih mempersingkat kata-kata di sini penulis akan menceritakan sedikit tentang fase-fase kehidupan PB sebagai berikut;

Fase Awal (di kampung)

Bedogol, itulah nama kampung dimana PB memulai langkah hidupnya di sana. Sebuah kampung kecil yang kira-kira berisi 50-60 KK dengan diapit oleh persawahan di kanan kirinya. Sebuah kampung yang sejuk, nyaman, damai, dan belum tercemari oleh polusi-polusi udara. Selain itu, juga jarang dilanda kebanjiran, ataupun tanah longsor. Karena selain tempatnya yang strategis, kampung itu juga bukan merupakan daerah pegunungan yang kerap terjadi tanah longsor. Di sana mungkin sampai saat ini belum ada angkutan umum seperti bus ataupun metro mini, yang ada paling hanya becak, itupun jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Jadi intinya, PB itu "wong ndeso".

Pada saat di kampung itulah pertama kali PB bergaul dengan sesama, dengan masyarakat yang bermacam-macam karakter ada di sana. Hari-harinya dipenuhi dengan bermain, maklum namanya juga masa kanak-kanak, seperti bermain kelereng, petak umpet, sepak bola, tembak-tembakan pakai air, sampai berenang di sungai. Jadi, kalau pagi sekolah terus sepulang dari sekolah PB menggunakan waktunya untuk bermain dengan teman seumurannya. Sepulang dari bermain biasanya PB langsung disuruh mandi oleh ibunya, untuk kemudian sholat dan mengaji setelah shalat maghrib. Tidak jarang PB dimarahin oleh ibu gara-gara pulang sekolah tidak langsung ke rumah, melainkan langsung bermain atau bahasa jawanya "dolan" tanpa ganti pakaian dulu. Jadi seragam sekolahnya tidak bisa lagi dipakai buat sekolah karena kotor habis bermain, padahal PB hanya punya sepasang seragam sekolah. Akhirnya hari berikutnya PB harus rela berangkat sekolah dengan pakaian yang masih basah. Maklum, namanya juga orang pas-pas-an. Hehehe....!!!

Ada satu hal yang paling PB takuti pada saat masih kecil, yaitu disunat. Mungkin perasaan takut seperti ini bukan hanya dirasakan oleh PB saja, tapi juga oleh kebanyakan anak-anak berjenis kelamin laki-laki yang lain, dan rasa takut yang seperti itu adalah hal yang wajar menurut PB. Karena takut itulah, pada umur 12 tahun PB baru saja disunat, meskipun itu sudah hampir terlambat. Masa umur 12 tahun baru disunat? Khan nggak lucu!. Tapi, di lain hal PB termasuk orang yang beruntung, karena bisa hatam alquran dalam usia yang masih terhitung belia, yaitu 7 tahun yang pada saat itu masih jarang ada anak yang umur segitu sudah hatam alquran. Ditambah sudah hafal di luar kepala, waktu itu, do'a alquran yang kurang lebih 3 lembar, nadzom tuhfatul athfal, dan nadzom tajwid. Tapi sekarang sudah lupa, hahaha....!!!

Fase Kedua (di pesantren)

Al-huda, itulah nama pesantren dimana PB memulai pencariannya di sana. Mencari apa? Ya apalagi kalau bukan ilmu agama. Memangnya di pesantren mau nyari ilmu sihir apa! Ya nggak lah, masa ya nggak donk!. Sebuah pesantren di daerah kebumen yang santrinya berjumlah kira-kira 400-500-an pada waktu itu, entah sekarang. Pesantren tersebut diasuh oleh dua kyai kakak-beradik yang kakak bernama KH. Wahib Mahfudz dan yang adik bernama KH. Yazid Mahfudz beliau-beliau inilah yang mendidik dan membimbing hidup PB ketika di pesantren. Di pesantren itulah PB mulai diajarkan tentang arti sebuah kemandirian, kesungguhan, ketawadu'an, sopan santun, dan ilmu-ilmu agama yang tidak bisa disebutkan di sini.

Pada pertengahan tahun 1999 PB resmi didaulat menjadi salah satu santri di pesantren tersebut, yang harus mengikuti segala peraturan yang ada di sana. Karena setiap santri dibai'at untuk berjanji akan mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat oleh pesantren. Jadi kalau seumpamanya melanggar, maka akan dikenai hukuman atau ta'zir istilah pesantrennya. Sejak saat itulah, yang tadinya PB di kampung hidup bebas berubah menjadi terikat oleh peraturan-peraturan. Awalnya memang tidak kerasan, tapi lama-kelamaan PB merasakan betapa indah hidup ini jikalau teratur dan terkontrol. Hari-harinya ketika di pesantren tidak lagi seperti ketika di kampung sebelumnya, yaitu lebih teratur dan terarah. Sampai-sampai tidur pun diatur, mulai jam segini sampai jam segini. AKtifitasnya sehari-hari tidak pernah lepas dari belajar, mulai bangun tidur sampai tidur kembali.

Pernah suatu ketika PB dan teman-temannya kepergok/ketahuan nonton dangdut oleh salah satu pengurus, dasar cah ndablek, biarpun ada peraturan ya tetap saja dilanggar. Akhirnya PB dicukur gundul oleh seksi keamanan pada saat itu sebagai ta'zir/hukuman dari pelanggaran PB. Bukan itu saja, PB juga kerapkali melanggar peraturan pondok, seperti pulang tanpa izin, nonton TV, merokok, sampai bolos sekolah. PB ini memang dikenal orang yang suka melanggar peraturan alias cah ndablek itu tadi, tapi kalau sudah urusan mengaji dia selalu aktif.

Malah pernah suatu ketika PB merasa kurang dari ilmu yang sudah diajarkan di pondok, hingga pada akhirnya dia mencoba mencari ilmu dari orang luar alis jadi santri kalong. Santri kalong adalah santri yang tidak menetap di tempat dimana dia mengaji. Didapatkannya lah seorang guru yang 'Alim bernama K. Zaini Abdillah, PB mengaji sama beliau selama kurang lebih 1 tahun.

Walaupun banyak alang melintang, cobaan yang menerpa, PB akhirnya bisa merampungkan mondoknya di pesantren tersebut. AKhirnya di pertengahan tahun 2006 PB keluar dari pesantren untuk menempuh jenjang pendidikan yang selanjutnya, yaitu kuliah. berikut lanjutannya;

Fase Ketiga (di mesir)

Al-azhar, itulah nama universitas di mana PB mengukirkan namanya di sana. Sebuah universitas yang telah mencetak ulama-ulama terkenal, semisal Dr. Yusuf Qardlawi, Dr. Sa'id Ramadlan Al-buthy, Dr. Quraish Shihab, KH. Abdurrahman Wahid, KH Musthafa Bisri, dan masih banyak lagi Ulama-ulama besar lainnya yang pernah duduk di bangku panjang Al-azhar. PB sangat bersyukur sekali bisa satu almamater dengan Syeikh Muhammad Alawi Al-maliki, Syeikh MUtawally Al-sya'rawy, Syeikh Ali JUm'ah, dan lain-lain.

Sebenarnya banyak cerita tentang kehidupan PB di mesir, akan tetapi karena masih panjangnya perjalanan PB di bumi para nabi ini, dan juga perubahan cara berpikir masih seringkali mengganggu kepalanya. jadi, sementara hanya ini yang bisa penulis ceritakan. Wallahu 'Alam!

Riwayat Pendidikan:
- TK Banjarwinangun I
- SD Banjarwinangun II
- Madrasah Raudlatul Huda jetis, kutosari, kebumen
- Mts Salafiyah wonoyoso, kebumen
- Ma Salafiyah wonoyoso, kebumen
- Al-azhar University, cairo, egypt.

Baca Selengkapnya...!

Minggu, Desember 07, 2008

Tangisan Di Malam Hari Raya Idul Adha



Oleh: Syarif Istifham

Hari ini saat gema takbir dikumandangkan di setiap penjuru dunia, bukannya ikut bertakbir atau paling tidak ikut bahagia, aku di sini malah tenggelam dalam kesedihanku. Di saat orang-orang berkurban menyembelih unta, sapi, kerbau, atau kambing, sedang aku korban perasaan. Sebenarnya aku juga tak mau seperti ini, tapi rasa sedih ini datang secara tiba-tiba, dan aku pun tak kuasa menghindar darinya.

Tadi malam aku baru saja menelpon rumah, ngobrol-ngobrol sama keluarga. Awalnya kita saling menanyakan kabar dan alhamdulillah semuanya baik baik saja, sehat wal afiyat, kami pun bahagia. Selain itu kita juga saling melepas kerinduan, meskipun hanya lewat telpon. Namun kita tetap bahagia bisa mendengar suara masing-masing. Saat kita sedang menikmati kebahagiaan itu, tiba-tiba ibuku menanyakan sesuatu yang bagiku sangat berat untuk menjawabnya, "Nak, gimana kuliahmu, lancar-lancar saja kan?

Aku terdiam sejenak sambil mencari jawaban dari pertanyaan ibuku tadi. Sempat bingung memang, aku harus ngomong apa sama beliau, kalau aku jujur aku takut ibuku kecewa dan marah, kalau aku bohong aku akan selamanya berbohong, aku harus gimana? Tapi setelah aku pikir-pikir, akhirnya aku memutuskan untuk berkata jujur, apa adanya, sama beliau. "Bu, aku di sini gak pernah masuk kuliah(dengan alasan di kampusku gak ada absensi), kalaupun masuk kuliah itu saja cuma waktu ujian. Aku lebih sering bermain-main ketimbang serius belajar". Jelasku dengan nada rendah.

Mendengar jawabanku tersebut, ibuku diam sebentar, lalu menangis seraya berkata; "koq bisa begitu? Kamu kan sudah jauh-jauh dari indonesia ke mesir untuk mencari ilmu, kamu malah menyepelekannya, itu namanya kamu sembrono. Padahal di sini, kita se-keluarga selalu berusaha sekuat tenaga untuk membiayai dan mendoakanmu, apa kamu tidak tahu itu? apakah kamu tidak menyadari hal itu? Kamu sudah dewasa sekarang, bukan anak kecil lagi, sudah seharusnya kamu berpikir untuk masa depanmu sendiri". Demikian kata ibuku, dengan nada sedikit kecewa.

Aku pun tak tahan mendengar tangisan ibuku, akhirnya aku juga ikut menangis. Memang selama ini aku tak pernah jujur sama orangtuaku perihal kuliahku, itu pun aku lakukan demi menjaga perasaan mereka. Akan tetapi setelah sekian lama aku membohongi mereka, akan tetapi aku tak ingin terus-terusan seperti ini. Sejak saat itulah mulai timbul perasaan dalam diriku untuk berkata jujur, apapun resikonya. Karena aku merasa aku sendiri juga tidak suka dibohongin. Bagiku, lebih baik jujur, meskipun akan menyakitkan, daripada harus bohong yang manfaatnya cuma sebentar.

Belum cukup reda aku dan ibuku menangis, tiba-tiba ibuku bertanya untuk yang kedua kalinya, "Lha terus, hafalan qur'anmu gimana, sudah sampai juz berapa? Lagi-lagi jawabanku membuat ibuku harus menangis, karena selama dua tahun di mesir ini hafalanku sama sekali tidak bertambah, malahan hafalanku yang dipondok dulu sekarang sudah banyak yang lupa. Ibuku menangis, akupun menangis, itulah yang terjadi saat aku menelpon rumah. Menangis, menangis, dan hanya menangis...

Banyak sekali yang tidak bisa aku ceritakan di sini, karena selain perasaanku yang sedang labil saat ini, aku juga kurang pandai bercerita. Intinya, hanya kesedihan yang sedang aku rasakan saat ini, saat takbir bergema dimana-mana. Wallahu A'lamu Bissawab.

Kairo, 10 Dzulhijjah 1429 H.

Label:


Baca Selengkapnya...!

Jumat, Desember 05, 2008

Tak Perlu Heran

Oleh: Syarif istifham

Tak perlu heran dengan kekuasaan
Raja fir'aun pun berkuasa

Tak perlu kagum akan kepandaian
Iblis juga pandai menggoda

Tak usah silau dengan kekayaan
Qarun pun berlimpah harta

Tak perlu tertegun akan kecantikan
Setan pun bisa cantik rupa

Jangan heran manusia bisa terbang
Burung juga bisa menari di udara

Jangan kagum manusia berjalan di air
Bebek pun bisa melakukannya

Jangan terpukau manusia bisa menghilang
Kentut saja bisa seakan tak ada

Jangan kaget manusia tak mempan pedang
Semua itu adalah tipuan belaka

Singkat kata, kataku cuma singkat saja
Bahwa Allah lebih dari segalanya

Tiada yang berkuasa
Tiada Yang pandai
Tiada yang kaya
Dan seterusnya....

Jika dibandingkan dengan ke-Maha sempurnaanNya
Jika disandingkan dengan ke-Maha kuasaNya

Subhanallah...Walhamdulillah...Wala ilaha illallah...

Kairo, 7 Dzulhijjah 1429 H

Label:


Baca Selengkapnya...!

Kamis, Desember 04, 2008

Membangunkan Akal

Oleh: Syarif Istifham

Akalku kian berlarian liar
Menorobos lorong-lorong dimensi
Mencari-cari sesuatu yang tercuri
Oleh waktu yang terus menggilas
Tak peduli ku tak bisa mengejar

Asalkan otakku tak diam
Mirip batu mati tak ada guna
Hidup seperti mati
Mati tidak mati, apa hanya tidur?
Tidak!! jangan!! kau tak boleh tidur

Kau harus tetap berotasi
Kau harus tetap beroprasi
Kau harus tetap beraksi
Kau harus tetap berinspirasi
Dan kau harus tetap berisi

Untuk menggerakkan tubuhmu
Menerangi jalan-jalanmu
Mengekang nafsu liarmu
Membantu hati menyetirmu
Sekali lagi, kau tak boleh tidur

Kau harus tetap setia menemani hati
Kau harus tetap di samping hati
Kau harus tetap mengawasi hati
Kau harus senantiasa melayani hati
Bukan sebaliknya, hati adalah majikanmu

*********

Ya Rahman...
Bimbinglah akalku dengan kasih sayangMu

Ya Rahim...
Tuntunlah akalku dengan welas asihMu

Ya Basith...
Lapangkanlah akalku dengan kelapanganMu

Ya Qabidl...
Gemgamlah akalku dari keliaran dengan kuasaMu

Ya Nur...
Terangilah akalku dengan cahayaMu

Kairo, 5 Dhul-Hijjah 1429

Label:


Baca Selengkapnya...!

Senin, Desember 01, 2008

Liburan Ke Syarm El-Syaikh



Ini adalah liburan tahun pertamaku di mesir sini, setelah berjuang susah payah menghadapi ujian semester ke dua di universitas al-azhar kairo. Ujian yang begitu melelahkan, ditambah dengan musim panas yang membakar. Sungguh ujian yang cukup melelahkan bagiku dan umumnya bagi mahasiswa al-azhar.


Ini aku dan temen-temenku sedang ber-pose di pinggir pantai syarm el-syeikh. Gokil abizz...!!!


Aku sedang berkontemplasi di atas karang yang tajam, berusaha membuang kotoran-kotaoran yang mengganjal di pikiranku ke pantai.


Ber-photo ria bersama orang mesir di pinggiran pantai.


Renang, itulah salah satu hobiku. Gambar ini adalah saat aku sedang di hotel dekat pantai syarm el-syeikh, menikmati jernihnya air kolam.


Ini Adalah sumur yang pernah digunakan oleh nabi musa untuk memenuhi kebutuhan minum beliau, namannya 'Uyun Musa yang berarti mata air milik nabi musa.


Gambar ini diambil saat perjalan pulang dari pantai, yaitu tepatnya di pasar perrhiasan dan segala macam sofenir.

{"Fantasyiru fil ardli Wa ibtaghu min fadlillah, Wadzkurullah katsiran la'allakum tuflihun."}

Label:


Baca Selengkapnya...!