Kamis, Juni 04, 2009

Muslim Sejati

Oleh: Syarif Istifham

Seorang muslim sejati tidaklah cukup hanya dengan memperkaya diri dengan amal-amal sholeh, ritual keagamaan, dan ilmu yang banyak. Di sana ada yang jauh lebih penting dan yang sebaiknya didahulukan/prioritaskan, yaitu menjaga perasaan sesama muslim dalam arti yang seluas-luasnya. Diantaranya ialah menjaga diri dari menyakiti sesama muslim, baik lewat ucapan maupun tindakan. Karena sebagaimana yang dijelaskan oleh Baginda Rasulullah SAW, bahwa seorang muslim adalah" Man salimal muslimuna min lisanihi wayadihi", yaitu orang yang senantiasa menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti sesama muslim.

Hadits di atas sangat masyhur sekali dikalangan orang-orang islam, khususnya orang islam yang berpendidikan baik di pesantren maupun di luar pesantren yang berbasis pendidikan agama islam. Hadits tersebut memberikan banyak pelajaran bagi kita, jika kita mau merenungi dan men-tadabburinya. Diantara pelajaran yang dapat kita ambil dari situ ialah "Menjaga dari berbuat salah itu seharusnya lebih didahulukan dari berbuat kebajikan". Keterangannya bisa jadi sangat luas, namun di sini penulis tidak perlu berpanjang lebar menjelaskannya untuk menjaga supaya pembaca sekalian tidak bosan dengan penjelasan yang panjang lebar.

Merujuk pada hadits di atas, bahwa seorang muslim yang sejati -menurut kriteria Rasul- yaitu orang yang mana siapa dan apa saja yang ada di sekelilingnya merasa aman dari kejahatannya. Artinya patokan seorang muslim yang baik adalah dilihat dari sedikit-banyaknya berbuat kedzaliman, di samping juga harus menjaga dan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang sudah dibebankan (Mukallaf) Tuhan kepadanya.Bukan Malah sebaliknya, lebih mementingkan amal-amal kebajikan yang tidak seberapa nilainya dibanding menjaga hak-haknya sesama muslim. Hal ini sangat cocok sekali dengan kaidah fikih yang berbunyi; "Dar'ul mafasid muqoddamun 'ala jalbil masholih" (Menjauhi/meninggalkan kerusakan itu (seharusnya) didahulukan daripada menarik/berbuat kebaikan).

Bisa kita ambil contoh misalnya; kita hendak menghadiri majlis pengajian, tiba-tiba di tengah jalan kita menjumpai seseorang yang akan tenggelam di sungai. Menurut islam mana yang lebih diutamakan, tetap melanjutkan pergi ke pengajian atau menolong orang yang hendak tenggelam?? Jawabanya adalah menolong orang. Itu yang seharusnya didahulukan, karena menolong orang itu juga termasuk amal kebaikan, disamping juga menjaga dari kerusakan, yaitu supaya orang yang hendak tenggelam tidak jadi tenggelam. Anda bisa mengkiaskan contoh tersebut kepada segala hal yang serupa dengannya. Pilihan yang demikian sangat cocok sekali dengan firman Tuhan yang berbunyi" Faman zuhziha 'aninnari wa udkhilal jannata faqod faza" (Barang siapa yang diselamatkan dari api neraka kemudian dimasukkan ke dalam surga, maka dia adalah orang yang benar-benar beruntung).

Kita ketahui bersama bahwa pada firman Allah di atas, Dia mendahulukan "Zuhziha "aninnari" dari "Udkhilal Jannah" ini mengisyaratkan bahwa Dar'ul mafasid muqoddamun 'ala jalbil mashalih". Kiranya apa yang saya tuturkan dari ayat alqur'an dan hadits Rasul diatas sudah cukup sebagai dalil pendukung terhadap apa yang sudah saya paparkan di atas. Semoga bermanfaat! Wallahu A'alam Bishshawab....!

Kairo, 4 juni 2009

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Apa komentarmu...??

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda